Penulis : Tommy Qribsss
Jakarta — Ketegasan Mahkamah Konstitusi (MK) dalam memisahkan jadwal pemilu nasional dan daerah mulai 2029 menjadi sinyal penting bagi perubahan besar dalam sistem demokrasi Indonesia.
Untuk menghindari kekosongan kekuasaan selama masa transisi, Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (APKASI) menyuarakan dukungan terhadap opsi perpanjangan masa jabatan kepala daerah.
Dukungan tersebut ditegaskan dalam diskusi virtual yang digelar APKASI bersama Asosiasi DPRD Kabupaten Seluruh Indonesia (ADKASI) pada Rabu (2/7/2024), menyusul keluarnya Putusan MK No.135/PUU-XXII/2024. Hadir pula dua narasumber ahli, yakni Prof. A. Ramlan Surbakti dari Universitas Airlangga dan Dr. Titi Anggraini dari Universitas Indonesia, yang memberikan perspektif akademik terhadap urgensi masa transisi ini.
Sekjen APKASI, Joune Ganda, menilai bahwa memperpanjang masa jabatan kepala daerah adalah langkah paling realistis agar transisi ke sistem pemilu terpisah berjalan tanpa gejolak.
“Kita perlu memastikan tidak ada kekosongan pemerintahan. Perpanjangan masa jabatan adalah solusi konstitusional yang efektif,” ujarnya.
Pernyataan Joune diamini oleh ADKASI yang juga menilai stabilitas pemerintahan daerah menjadi kunci selama periode transisi.
Menurut Titi Anggraini, opsi memperpanjang masa jabatan hingga 2031 memiliki legitimasi kuat jika diatur dalam Undang-Undang.
“Skema ini sah selama menjadi bagian dari tindak lanjut Putusan MK. Ini bukan sekadar pilihan teknis, tapi strategi menjaga keberlanjutan pelayanan publik,” kata Titi yang juga Dewan Pembina Perludem.
Prof. Ramlan Surbakti menambahkan, penyelarasan antara hukum dan praktik di lapangan sangat diperlukan untuk menjaga kualitas demokrasi. Ia menilai masa transisi ini harus diisi oleh kepala daerah yang memiliki legitimasi langsung dari rakyat, bukan penjabat sementara.
Diskursus yang berkembang menunjukkan konsensus antara pemerintah daerah dan para ahli bahwa perpanjangan masa jabatan bukan hanya langkah praktis, tapi juga langkah strategis menjaga kesinambungan pemerintahan menjelang perubahan besar sistem pemilu Indonesia.
Dengan adanya dukungan ini, bola kini berada di tangan pembentuk undang-undang: DPR dan pemerintah.
Mereka diharapkan segera menyusun regulasi lanjutan sebagai payung hukum atas masa transisi yang dinamis ini. (Tommy)