Penulis : Tommy Qribsss
MANADO,Sumberedaksi– Lagi-lagi Desa Sea, Kecamatan Pineleng, Kabupaten Minahasa kembali Ramaikan PN Manado. Akibat Terkait Persidang perkara dugaan penyerobotan tanah di Kebun Tumpengan, Kamis (11/12/2025).

Perkara bernomor 327/Pid.B/2025 ini memasuki agenda pemeriksaan saksi, namun jalannya persidangan justru semakin menonjolkan berbagai persoalan mendasar yang dipersoalkan kubu pembela.
Penasehat hukum terdakwa, Noch Sambouw, S.H., M.H., C.M.C, dalam keterangannya di hadapan majelis hakim menegaskan bahwa dakwaan Jaksa Penuntut Umum berpotensi cacat hukum. Ia menyebut sedikitnya tiga isu utama: dugaan nebis in idem, tidak terpenuhinya unsur Pasal 167 KUHP, serta potensi daluwarsa penuntutan.

Di hadapan majelis hakim, Sambouw menyampaikan bahwa perkara ini seharusnya tidak dapat diadili kembali lantaran telah pernah diputus melalui Putusan No. 17/Pid.C/1999/PN Manado.
“Perkara ini jelas nebis in idem dengan perkara pidana No. 17/Pid.C/1999/PN Manado. Bukan dengan perkara-perkara setelahnya. Jika mengacu pada putusan tersebut, perkara ini seharusnya tidak lagi dapat diajukan,” tegasnya.

Menurutnya, putusan pengadilan tahun 1999 itu merupakan rujukan utama yang membatalkan legitimasi dakwaan baru, sehingga pemeriksaan terhadap terdakwa patut dinyatakan tidak dapat diterima.
Lebih jauh, tim kuasa hukum menyoroti substansi dakwaan terkait Pasal 167 KUHP tentang memasuki pekarangan tanpa izin. Sambouw menilai unsur tindak pidana tersebut tidak terpenuhi karena para terdakwa berada di lokasi sengketa berdasarkan dasar hukum dan keyakinan hak atas tanah, sehingga tidak dapat dikategorikan sebagai perbuatan melawan hukum.
Isu lainnya yang dianggap krusial adalah soal daluwarsa. Berdasarkan keterangan saksi pelapor, peristiwa yang dituduhkan terjadi pada tahun 2017, tetapi laporan kepada Polda Sulut baru dibuat pada tahun 2024.
“Menurut hukum, tindak pidana seperti ini memiliki batas waktu penuntutan. Jika perbuatan terjadi tahun 2017 dan baru dilaporkan tahun 2024, maka perkara ini seharusnya telah daluwarsa,” papar Sambouw.
Persidangan yang dipimpin Hakim Ketua Edwin Riski Marentek, S.H., semula mengagendakan pemeriksaan saksi. Namun hanya satu saksi yang hadir, yakni saksi ahli hukum, dosen Fakultas Hukum, Eugenius Paransi, S.H., M.H.
Sementara itu, dua saksi korban Jimmy Widjaja dan Raisa Widjaja tidak hadir tanpa keterangan meyakinkan.
Berdasarkan Perma No. 4 Tahun 2020 tentang Administrasi dan Persidangan Perkara Pidana Secara Elektronik, majelis hakim kemudian memutuskan bahwa pemeriksaan terhadap saksi korban akan dilakukan secara daring melalui telekonferensi pada Senin, 15 Desember 2025, untuk mendengarkan keterangan saksi.
Dengan sederet keberatan hukum yang diajukan tim pembela, sidang berikutnya diperkirakan akan kembali mempertemukan argumentasi tajam antara pihak terdakwa dan penuntut umum.
Isu nebis in idem dan daluwarsa penuntutan diprediksi menjadi titik krusial yang turut menentukan arah putusan. (Tommy)